"kami pekerja, suka membaca"

Senin, 13 Mei 2013

Sinkronisasi Hukum Perburuhan Terhadap Konvensi ILO

Pengarang : Asriwijayanti
Penerbit : KPD
No : SPPT.0293-DP-1212

 
dapat terselesaikan. Penulisan buku ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa Hukum Perburuhan bersifat universal, bukan hanya diperuntukkan bagi buruh kelas bawah (buruh produksi). Semua orang yang bekerja membutuhkan Hukum Perburuhan. Sayangnya hal ini belum dipahami oleh kalangan akademisi. Sebagian dari Fakultas Hukum sudah merubah status Hukum Perburuhan sebagai mata kuliah pilihan.
Buku ini juga ditujukan untuk memberikan wacana yang baru di dunia akademisi Indonesia yang secara umum kurang menganggap penting kedudukan Konvensi International Labour Organization (ILO) sebagai sumber Hukum Perburuhan. Pemahaman masih terkungkung dengan sisi formalitas herarki peraturan perundang-undangan. Masih tebatas pada pemahaman Konvensi ILO sebagai soft law. Mengingat Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan adalah hukum fungsional yang mempunyai sisi bidang hukum lain, diantaranya Hukum Internasional.
Buku ini adalah bagian pertama dari dua buku Sinkronisasi Hukum Perburuhan terhadap Konvensi ILO. Bagian pertama berjudul ” Sinkronisasi Hukum Perburuhan terhadap Konvensi ILO (analisis kebebasan berserikat dan penghapusan kerja paksa di Indonesia)”. Bagian kedua berjudul ”Sinkronisasi Hukum Perburuhan terhadap KonvensiILO (analisis penghapusan pekerja anak dan penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan).
Buku ini adalah buku teks bagi mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan. Tentunya buku ini akan sangat membantu mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan atau sedang melakukan penelitian dan penulisan tugas akhir dengan tema Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan.
Buku ini relevan bagi mahasiswa Fakultas Hukum (S1) maupun mereka yang sedang melakukan penelitian dan penulisan baik pada strata 2 (S2) maupun strata 3 (S3) karena telaah atau analisis topik berada dalam lapisandogmatik (aturan), teori dan filsafat. Keberadaan buku ini akan memperkaya pustaka di bidang Hukum Ketenagakerjaan/Hukum Perburuhan yang relatif masih sedikit jumlahnya.
 Struktur buku ini terdiri dari tiga bagian, yaitu Hukum Perburuhan, hak berserikat dan penghapusan kerja paksa. Bagian Satu tentang Hukum Perburuhan yang memberikan pengetahuan awal mengenai hukum perburuhan. Di dalamnya diuraikan tentang tiga hal yaitu sinkronisasi, hukum perburuhan dan Konvensi ILO. Pada bahasan pertama tentang Sinkronisasi menguraikan tentang arti sinkronisasi dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit sinkronisasi bermakna kesesuaian aturan hukum berdasar herarki peraturan perundang-undangan suatu negara. Dalam arti luas sinkronisasi bermakna kesesuaian aturan hukum dengan lapisan ilmu hukum lainnya yaitu antara dogmatika hukum dengan teori hukum dan filsafat hukum. Disinilah letak pentingnya Konvensi ILO  sebagai sumber hukum perburuhan yang harus menjadi jiwa dalam aturan hukum perburuhan nasional. Pada bahasan kedua tentang Hukum Perburuhan menguraikan perbedaan makna buruh dengan tenaga kerja. Hukum Perburuhan harus dimaknai berbeda dengan Hukum Ketenagakerjaan. UU 13 Tahun 2003 hanya mengatur tentang perlindungan hukum bagi buruh yang bekerja pada pengusaha bukan pada pemberi kerja. Inilah akar permasalahan bagi tidak terlindunginya buruh informal oleh UU 13/2003. Pada bahasan ketiga tentang Konvensi ILO, bertujuan membuka wawasan bagi kita semua bahwa permasalahan perburuhan adalah universal  dan beragam. ILO  membagi subyek atau topik behasan dalam 22 bidang kajian. Literatur perburuhan di Indonesia masih jauh dari 22 bidang itu. Secara umum akademisi masih berpijak pada pancawarna hukum perburuhan dari Iman Soepomo. Oleh karena itu pada bahasan ketiga menguraikan tentang selintas tentang ILO, produk hukum ILO dan kedudukan Konvensi ILO dalam hukum nasional.
Pada Bagian dua berisi  tentang hak beserikat. Di dalamnya diuraikan tentang empat hal yaitu hak berserikat; dasar  filsafati hak berserikat; pengaturan hak berserikat baik secara universal dan secara nadional serta kewajiban Negara atas terjaminnya hak berserikat. Bagian ini berusaha memberikan pemahaman bahwa berserikat adalah sangat penting sebagai sarana untuk menegakkan perlindungan atas hak – hak dasar pekerja. Khususnya di Indonesia, secara umum hak – hak dasar pekerja (yang lebih umum disebut sebagai hak normatif) belum diberikan oleh pengusaha. Perjuangan serikat buruh masih terbatas pada hak membentuk serikat buruh. Perjuangan serikat buruh dalam penggunaan hak berunding yang sederajat masih jauh dari fakta yang ada.
Pada bagian ketiga berisi tentang penghapusan kerja paksa. Berisi tentang tiga hal yaitu dasar filsafati penghapusan kerja paksa yang berupa kebebasan; pengaturan  penghapusan kerja paksa secara universal dan nasional dan kewajiban Negara dalam upaya penghapusan kerja paksa. Interpretasi terbuka menjadi bahan pemikiran ulang tentang batasan bentu kerja paksa. Tentunya apa yang ditulis dalam buku ini dimaksudkan sebagai umpan bagi siapapun untuk mengkaji hukum perburuhan lebih jauh.
Model penulisan buku ini diawali dengan  penyajian lembar fakta sebagai bahan awal penuntun kerangka berpikir pembaca yang diterapkan pada analisis teori dan filsafat. Ada empat belas lembar fakta yang turut mendukung penulisan buku ini. Lembar fakta ke -10 (kesepuluh) yang terletak pada halaman 194,merupakan pengalaman penulis dalam melakukan tugas tridaharma  pengajaran sebagai seorang dosen. Lembar fakta dimaksudkan sebagai bahan awal untuk menumbuhkan ketertarikan pembaca menuntaskan membaca seluruh isi buku. Di akhir masing-masing bagian dirumuskan topik yang dapat menjadi bahan focus group discussion (FGD) tentang materi yang telah dibahas. Harapan penulis ada pembaca yang tertarik dan terdorong dengan bekal niatnya sendiri untuk mengamalkan sedikit ilmu yang telah dipelajari dari buku ini dalam bentuk melakukan penelitian, penulisa dan advokasi kepada buruh yang terlanggar haknya. Semoga Allah SWT memberkati.
Selain itu juga ditampilkan ilustrasi baik berupa skema, gambar, tabel atau konsep yang merupakan ringkasan atau penjabaran dari uraian yang ada di atasnya. Ditampilkannya gambar burung dan dewi keadilan di masing-masing judul bagian dimaksudkan sebagai lambang fisosofis. Dipilhnya gambar burung karena burung adalah lambang perdamaian yang dilandasi pada penghormatan kebebasan manusia. Kebebasan tidak mutlak, dibatasi oleh aturan hukum untuk menjaga jangan sampai ada pelanggaran hak orang lain. Untuk itu dipilihlah gambar dewi keadilan dengan mata tertutup dan memgang tombak merupakan lambang bahwa untuk mencapai perdamaian dunia haruslah adil dalam menerapkan kebebasan. Keadilan sosial sangat dibutuhkan oleh kaum buruh. Ilustrasi lainnya adalah pemberian warna, yang dimaksudkan agar pembaca tidak bosan dan tertarik untuk membaca materi selanjutnya sampai pada halaman yang terakhir dari buku ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar