"kami pekerja, suka membaca"

Jumat, 07 Maret 2014

Yap thiam Hien (Pejuang lintas batas)

Pengarang : Josep P Widyatmadja
Penerbit : Libri
N0 : SPPT.0350-DP-0314


Di tengah lunglainya penegakan keadilan dan hak asasi manusia di Tanah Air, menghadirkan kembali karya dan pemikiran Yap Thiam Hien mengobarkan semangat menjadikan hukum sebagai panglima.
Konsistensi dan integritas Yap di bidang hukum dan keadilan semasa hidupnya tak pernah diragukan. Di luar itu, ada warisan Yap yang perlu dilestarikan dalam rangka mencapai kehidupan berbangsa yang lebih baik, yaitu sikapnya yang antidiskriminasi politik, rasial, dan agama.
Sikap antidiskriminasi Yap merupakan sebagian catatan dan pandangan sejumlah tokoh lintas bidang yang menyumbang tulisan dalam buku mengenang 100 tahun Yap Thiam Hien ini.
Tokoh kelahiran Aceh, 25 Mei 1913, ini disebut sebagai pejuang lintas batas karena mampu menerabas belenggu kesukuan, keagamaan, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Pikiran dan perjuangannya terbukti mampu melintasi zaman penjajahan, zaman Demokrasi Terpimpin, dan zaman Orde Baru.
Pada zaman Demokrasi Terpimpin, Yap mengkritik secara tajam gagasan kembali pada UUD 1945. Frans Hendra Winarta menulis, Yap menjadi satu-satunya anggota Konstituante yang menentang UUD 1945, khususnya keberadaan Pasal 6 yang dinilainya diskriminatif soal jabatan presiden. Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia 2009-2013 ini menambahkan, Yap adalah salah satu di antara sedikit advokat yang tidak terkontaminasi komersialisme dan korupsi.
Memasuki era Orde Baru, kiprah Yap tak surut. Ia berhasil mematahkan semua argumentasi tuntutan jaksa saat membela Subandrio, mantan menteri luar negeri pada pemerintahan Soekarno. Meski tak secara langsung membebaskan Subandrio dari vonis hukuman mati, pembelaannya menjadi panutan bagi profesi kepengacaraan.
INFO BUKU
♦ Judul Buku : Yap Thiam Hien, Pejuang Lintas Batas 
♦ Penyunting : Josef P Widyatmadja
♦ Penerbit : Libri, 2013 
♦ Tebal : xvi+318 halaman 
♦ ISBN : 978-602-7688-33-9
Konsistensinya menegakkan keadilan serta melawan diskriminasi semata dilandasi kasih dan keimanannya sebagai seorang Kristiani. Iman dan kasih itu pula yang memengaruhi seluruh karier dan kehidupannya. Kesan itu disimpulkan Martino Sardi, staf pengajar Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga, Yogyakarta, berdasarkan penelusuran tulisan dan riwayat hidup Yap.
Penulis lain, RD Benny Susetyo, menilai spiritualitas dalam diri Yap bersifat universal karena tak melihat kekristenan secara sempit, tetapi secara keindonesiaan. Yap selalu berusaha menjadikan hidupnya berarti dengan berbakti kepada sesama, tanpa memandang SARA.
Momentum peringatan 100 tahun Yap Thiam Hien ini diharapkan bisa lebih menguatkan tekad menuju kehidupan berbangsa yang lebih baik. Zuly Qodir, aktivis pluralisme dan sosiolog, mengajak untuk menengok sejenak perjuangan Yap dalam menegakkan nilai-nilai luhur dan beradab.
Agama harus dihadirkan untuk membela yang terbelakang serta yang terdiskriminasi dari tirani politik, ekonomi, dan kultur. Maria Ulfah Anshor, aktivis dan Ketua Umum Fatayat Nahdlatul Ulama, menuturkan, wacana Yap Thiam Hien ini diharapkan mampu merajut kembali hubungan yang baik dan harmonis antargolongan, antarsuku, ataupun antarumat beragama di Indonesia. (TGH/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar