"kami pekerja, suka membaca"

Rabu, 27 November 2013

Republik Akal-Akalan (Mengungkap kebohongan rezim diatas ketidakberdayaan rakyat

Pengarang : Dr Fuat Bawazier
Penerbit : Rm Books
No : SPPT.0330-DP-1113
Buku ‘Republik Akal-Akalan’ merupakan kumpulan artikel opini dari Fuad Bawazier yang pernah terbit di berbagai media sepanjang tahun 2006-2013. Judul ‘Republik Akal-Akalan’ itu tentu saja menggambarkan bagaimana pengelolaan negeri ini yang masih saja menggunakan kebijakan bersifat akal-akalan. Untuk memudahkan sidang pembaca memahami aneka pemikiran dari Mantan Dirjen Pajak ini, maka esai-esai tersebut dikelompokkan berdasarkan sub tema yang sama, sekaligus memiliki benang merah yang nyata.
Menerbitkan berbagai artikel yang berserak menjadi sebuah buku yang layak dibaca tentunya memiliki alasan yang kuat. Setidaknya terdapat dua alasan penting yang melatari. Pertama, setelah ditelusuri, berbagai tulisan tersebut, mengandung benang merah yang kuat sepanjang periode itu, terutama dalam menggambarkan pengelolaan negara oleh penguasa yang cenderung menipu rakyat melalui berbagai kebijakan akal-akalan. Kedua, banyak tulisan yang jika dibaca lagi ternyata masih menemukan relevansinya kembali dalam perkembangan aktual dewasa ini, terutama terkait dengan masih maraknya tindakan akal-akalan penguasa di tengah rakyat yang seakan tidak berdaya.
Analisa ekonomi politik menjadi warna utama dari sosok yang pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan di saat-saat genting Orde Baru ini. Gaya bahasanya yang blak-blakan, apa adanya, serta dibingkai dengan nuansa akademik menjadikan esai dari Fuad Bawazier layak menjadi hidangan intelektual bagi sidang pembaca.
Simaklah potongan fragmen ketika Fuad yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Keuangan berada dalam sengkarut krisis ekonomi yang melanda negeri (Fuad Bawazier, Republik Akal-Akalan, hlm. 213-214):
Dalam penyelesaian krisis, Mafia Berkeley dan IMF cuma memiliki waktu hingga Juni 1998. Itu adalah tenggat diam-diam yang diberikan Soeharto, kendati dirinya juga tidak yakin masalah ekonomi akan selesai pada tenggat tersebut. Sebagai new comer waktu itu, saya juga berpandangan dan menjelaskan hal yang sama kepada Soeharto. Masalah krisis tidak mungkin diselesaikan IMF dalam waktu singkat. Kenapa? Pertama, resep yang dijalankan IMF umumnya justru memperparah kondisi yang ada. Kedua, sekali IMF datang ke suatu negara khususnya Indonesia, kalau tidak dipaksa keluar, mereka tidak akan meninggalkan Indonesia. Mereka akan terus “memperkosa” kita. Seperti praktik dukun cabul, datang tidak mengobati, tapi malah ngerjain kita. Betul juga ternyata Soeharto dijatuhkan lebih cepat. Mei 1998, Soeharto jatuh. Padahal menurut rencana, IMF akan dibubarkan Soeharto seperti halnya dia membubarkan International Government on Group Indonesia (IGGI). Sejatinya, pemikiran Soeharto ada benarnya. Krisis tidak bakal selesai pada tenggat yang ditentukannya. Akhir Juni 1998, IMF tidak akan bisa menyelesaikan masalah di Indonesia. Artinya, pada titik ini, sebetulnya, Soeharto sudah memberi kesempatan IMF selama enam bulan sejak awal 1998. Ternyata, IMF memang tak dapat menyelesaikannya dan dengan alasan ini rencananya Soeharto akan melengserkan IMF.
Buku ‘Republik Akal-Akalan’ ini secara garis besar memotret dan mengupas tentang bagaimana kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah. Mulai dari dunia perbankan yang penuh dengan kebijakan kamuflase, distorsi politik anggaran, pembohongan publik terkait hutang yang dilakukan pemerintah, kebijakan ekonomi yang bukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, ironi negeri yang menjadi korban akal-akalan pihak asing, hingga sejumlah solusi untuk memecah sengkarut yang membelit negeri.
Akal-akalan para penguasa memang terlihat ketika perekonomian Indonesia diarahkan untuk selalu bergantung terhadap hutang luar negeri. Padahal, berbagai kajian ekonomi maupun pandangan kasat mata, dengan jelas menyimpulkan bahwa hutang luar negeri pada umumnya tidak diperlukan, karena banyak dikorup, tidak efisien dan tidak efektif. Singkatnya hutang ini hanya menguntungkan kreditor dan kaki tangannya tetapi merugikan Indonesia secara ekonomis maupun politis. Namun dengan berbagai alasan yang dibalut dengan kebijakan akal-akalan tentunya, kebijakan mencari hutang terus saja berlangsung sampai saat ini.

Melalui buku ini kita dicerdaskan untuk melihat permasalahan secara global dalam konteks-konteks kasus kekinian. Selamat membaca!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar