Pengarang : Helen keller
penerbit : Kayla Pustaka
No : SPPT.0171-DP-0409
Saat bercermin, kita (hampir) tidak pernah berpuas diri saat
memandangi pantulan tubuh kita sendiri. Badan kurang langsing, hidung
kurang mancung, dagu kurang lancip, dan alasan kurang lainnya. Tapi,
pernahkah kita berpikir apa rasanya jika kita mengalami kebutaan atau
tuli seumur hidup? Apa rasanya juga bila mengalami kedua hal tersebut
secara bersamaan? Hellen Keller akan menceritakan kehidupan nyatanya
tentang kesunyian, pergulatan batin perempuan tunanetra-tunarungu yang
menaklukkan dunia.
Heller Keller adalah perempuan penderita buta-tuli sejak usia 19
bulan. Seperti berada dalam mimpi abadi, baginya tidur dan jaga tak bisa
dibedakan. Semua gelap dan membisu. Tetapi dengan kekuatan jiwanya,
seiring bertumbuhnya kesadaran, perlahan-lahan ia berikhtiar melampaui
cacat fisiknya. Ia belajar ‘melihat’ dan ‘mendengar’ dengan tangan,
hidung, dan lidahnya. Tatkala mata dan telinga berhenti berfungsi,
penglihatan batin dan imajinasinya berkembang pesat. Ia dapat menyimak
music orchestra atau lolong serigala dengan merasakan getaran suara yang
merambat melalui udara dan benda-benda. Kepekaannya bahkan membuatnya
mampu meramal datangnya peristiwa, seperti badai, sebelum itu terjadi.
Dunia yang tak ramah bagi orang seperti dirinya ia taklukkan dengan
capaian-capaian mengagumkan. Ia penderita buta-tuli pertama yang meraih
gelar sarjana dan menulis sejumlah buku masterpiece yang menginspirasi
jutaaan pembaca. Ia juga berhasil menjawab keangkuhan orang-orang yang
mengagungkan kemampuan indrawi dan mengabaikan dunia batin yang lebih
kaya. Buku ini adalah rekaman Hellen Keller tatkala menjelajahi
kegelapan dan kesunyian di dalam dirinya. Dengan gaya bertutur yang
indah mempesona, dibabarnya rahasia sentuhan, penciuman, perasaan,
imajinasi, mimpi dan daya spiritual yang merupakan potensi terbesar
manusia.
Hellen Keller adalah salah satu tokoh besar dunia. Ia bagaikan cermin
bening untuk mengaca dan berintrospeksi. Melaluinya kita bisa belajar
untuk meniti ke dalam diri, menyimak penglihatan di dalam batin,
mendengar suara-suara jiwa yang hening-bening, jauh dari hiruk-pikuk
dunia yang maya. Ia bukan hanya cermin bagi para tunanetra dan
tunarungu, tetapi juga bagi kita yang memiliki kemampuan melihat dan
mendengar secara fisikal.
Simak kalimat-kalimat menyentuh hati dari Hellen Keller:
- Jauh lebih baik berlayar selamanya di malam kebutaan, tetapi mempunyai
perasaan dan pikiran, daripada hanya berpuas diri dengan kemampuan
untuk melihat semata.
- Aku berusaha menjadikan penglihatan di mata orang lain sebagai
mentariku, musik yang didengar telinga orang lain sebagai simfoniku, dan
senyum di bibir orang lain sebagai kebahagiaanku.
- Kembalikan lagi perasaan batin yang indah dan sempurna pada tempatnya,
niscaya anda akan memberiku perasaan sukacita yang merupakan bukti
terbaik dari kenyataan ini.
- Ketajaman penglihatan kita tidak bergantung pada kemampuan mata kita
melihat, tetapi pada kemampuan kita merasakan. Keindahan tidak tercipta
dari pengetahuan belaka.
- Manusia yang melihat ke dalam batinnya pada akhirnya akan menemukan luas dan makna semesta.
- Dunia yang dibangun oleh imajinasi dari pengalaman dan gagasan yang
tak terhitung jumlahnya jauh lebih indah daripada dunia yang dapat
diindra.
- Cinta dan iman bersemi dan tumbuh dari proses spiritual yang hanya sedikit mengandalkan kemampuan indrawi.
- Orang bilang, kerlingan mata seseorang kekasih mampu menggetarkanmu
dari suatu jarak. Tetapi tiada jarak dalam sentuhan tangan seorang
kekasih.
- Segala hal memiliki keajaiban, termasuk kegelapan dan kesunyian, dan
aku belajar bahwa bagaimanapun keadaanku, pasti ada kepuasan di
dalamnya.
- Hanya cinta yang kuasa meruntuhkan dinding yang memisahkan kita dan kebahagiaan.
Membaca kisah Hellen Keller ini, saya jadi teringat Bedeh. Nama
sebenarnya adalah Sukismiyanto, namun dia hanya bisa berbicara
“bedeh..deh..dedeh..”, bisu-tuli yang berbeda dengan lainnya. Kali
pertama dia datang ke rumah, almarhum mama menyuruhnya masuk ke rumah
dan tidak mau pulang. Akhirnya setelah itu dan seterusnya hingga hari
ini ia tinggal bersama keluarga kami sudah lebih enam belas tahun. Dia
bisa membaca dan menulis. Bahkan punya handphone. Yang lebih luar biasa
adalah kemahirannya dalam dunia listrik. Jika ada hajatan/pernikahan,
sekolah ataupun rumah orang yang listriknya bermasalah selalu beres
ditangannya. Tidak hanya listrik, urusan memperbaiki kipas angin, magic
com, radio dan barang elektronika lainnya bisa difungsikan kembali
berkat tangan dinginnya. Padahal dia tidak pernah mengenyam pendidikan
sekolah dan tidak ada yang mengajarinya dalam keahlian tersebut. Itulah
keajaiban Tuhan. Saya selalu percaya dengan kalimat: “Tuhan tidak
memberikan apa yang kita inginkan, tapi Tuhan memberikan apa yang kita
butuhkan”. Juga potongan ayat dalam Al-Quran: “Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar