Pengarang : Dedi Irwanto Muhamad Santun
Penerbit ; Ombak
No : SPPT.0197-DP-0409
Buku ini secara konkret memberikan tubuh kepada semangat dan jiwa
interdisipliner Karena pendekatan yang diambilnya dalam mengulas sejarah
dan perkembangan Kota Palembang sejak zaman kolonial hingga kini
berisi jalinan pelbagai pisau analisis dan sudut pandang, seperti
semiotika, strukturalisme, kritik ideologi, ilmu sejarah, perencanaan
kota, kajian teks, dan studi identitas.
Dalam buku ini, Palembang disoroti tidak hanya sebagai sebuah
konstruksi fisik, melainkan pula sebagai sebuah konstruksi ideologis,
dan sangat menarik menyaksikan bagaimana tegangan antara keduanya
menjadi bingkai pengembangan Kota Palembang dari zaman ke zaman. Sebagai
sebuah kota yang lokasinya di luar Pulau Jawa tetapi tidak terlalu jauh
dari Jawa dan Batavia sebagai pusat kekuasaan, baik pada masa kolonial
maupun pascakolonial, Palembang memang menduduki posisi yang unik
sekaligus ambigu.
Sebagaimana dikemukakan penulis, identitas kota ini tidak pernah
betul-betul jelas: ia adalah kota keraton karena secara tradisional ada
sebuah kesultanan di situ. Namun, ia adalah juga kota maritim karena
lingkungan geografis kota ini didominasi dan dikelilingi air. Bukan laut
tetapi sungai. Dan sungai ini tak hanya membelah kota di
tengah-tengahnya, tetapi juga memotong-motong Palembang menjadi
pecahan-pecahan mosaik, kalau tidak dapat dikatakan potongan-potongan puzzle,
karena sungai Musi ini memecah menjadi ratusan anak sungai. Lokasinya
yang strategis juga menyebabkan kota ini berfungsi sebagai kota
pelabuhan karena memberi akses menuju ke pedalaman dari arah Selat
Malaka yang sibuk dan penting sepanjang masa.
Dalam buku ini, juga mengungkapkan bagaimana pelbagai kekuatan sejak
masa prakolonial hingga masa kemerdekaan senantiasa berupaya
‘menaklukkan’ Palembang dengan cara menciptakan jarak antara kota ini
dengan penanda utamanya, yakni air. Palembang dibangun dan dikembangkan
dengan perspektif daratan oleh kekuatan-kekuatan tersebut. Air yang
memegang peranan penting dalam menghubungkan komunitas-komunitas yang
menghidupi kota itu selalu hendak digantikan dengan sesuatu yang solid,
yang mudah dibentuk dan dibingkai, sehingga, dengan demikian, lebih
mudah diatur dan dikendalikan.
Maka lahirlah Jembatan Ampera yang megah, tetapi seakan mematok kota
tersebut secara lebih kaku alih-alih membiarkannya menjadi sebuah ‘kota
terapung’ yang sudah menjadi kodratnya sejak semula. Ini dilakukan
seiring dengan dibangunnya permukiman-permukiman baru dalam wujud
bangunan-bangunan batu, yang menggeser kehidupan kota ke arah
barat—menusuk ke pedalaman dan menjauh dari perairan.
Namun, kota ini memiliki kemampuan perlawanannya sendiri. Alam
lingkungannya yang khas dan warganya yang multikultur rupanya menjadi
senjata pamungkas dalam menolak setiap upaya penaklukan, baik oleh
kekuatan elite pribuminya maupun kekuatan-kekuatan asing yang datang
silih berganti. Kekuatan buku ini yang terutama terletak pada bagaimana
ia mampu mengungkapkan gerakan-gerakan yang saling berbenturan itu lewat
penelusuran atas sejarah kota sekaligus sejarah warga kota secara
bebarengan. Sejarah Palembang dalam buku ini pertama-tama tidak
dibentuk oleh riwayat orang-orang penting dan kaum elite pembuat
kebijakan kota, melainkan oleh kisah-kisah mereka yang berada di lapis
bawah, yang tersingkirkan, dan yang dilemahkan. Mereka inilah yang
menjadi tokoh-tokoh utama dalam kisah Palembang sebagai sebuah teks.
Buku ini berharga karena menyajikan sebuah dimensi baru yang
tersimpan dalam riwayat Palembang tapi belum pernah digali secara
komprehensif hingga kini. Gambaran kita tentang kota air, Venesia dari
Timur, ini tak akan lagi sama dalam imajinasi kita setelah usai membaca
buku ini. Kita diajak untuk memahami bahwa sesungguhnya studi atas
sebuah kota adalah ibarat sebuah studi atas sesosok jasad organik yang
hidup, bukan sekumpulan benda-benda mati yang dibangun dari pasir dan
batu. Buku ini ditulis dengan kecintaan seorang warga—pemilik sekaligus
bagian dari kota, dan bukan semata oleh seorang sejarawan yang mengamati
kota secara berjarak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar